Jakarta, Kemendikbud –
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, pada pasal 4 butir
c, mengatakan bahwa tujuan penyelenggaraan sistem perbukuan adalah untuk
menumbuhkembangkan budaya literasi seluruh Warga Negara Indonesia. Sebelumnya
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menerbitkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti melalui pembiasaan membaca selama 15 menit sebelum
belajar. Menindaklanjuti amanat peraturan perundang-undangan tersebut
Kemendikbud melalui Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan terus berupaya
meningkatkan pengadaan buku bacaan di sekolah dan komunitas.
“Ada pasal di sana yang
memerintahkan kita semua untuk melakukan kegiatan literasi besar-besaran di
tanah air. Kewenangan Pemerintah pusat disebutkan yaitu menetapkan kebijakan
pengembangan budaya literasi. Pemerintah daerah pun diberi tugas khusus yaitu
mengembangkan budaya literasi. Bahkan pemerintah kabupaten/kota juga memiliki
tugas yaitu memfasilitasi pengembangan budaya literasi,” disampaikan Plt.
Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Dadang Sunendar, saat
memberikan sambutan pada pembukaan kegiatan Pertemuan Penulis Bahan Bacaan
Literasi Baca-Tulis, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, pada Rabu (24/4/2019).
Kegiatan yang diikuti 90 penulis
dengan 170 karya ini, menurut Dadang, merupakan salah satu implementasi dari
kebijakan tentang gerakan literasi literasi di tanah air. “Tujuan pertemuan ini
adalah untuk memberikan ruang bagi penulis dalam memperbaiki karyanya dalam
segi konten, grafika, dan penyajian. Nantinya, karya mereka dapat digunakan
sebagai media bagi pengajar atau penggiat literasi untuk menebarkan virus
literasi di Indonesia,” jelas Dadang.
Mengenai Permendikbud tentang
pembiasaan siswa dan guru untuk melakukan kegiatan membaca 15 menit sebelum
pelajaran dimulai, dikatakan Dadang, menjadikan keberadaan buku bacaan sangat
penting . “Perintah ini terdengar seperti biasa-biasa saja tapi di belakang ini
kalau kita bicara tentang anak-anak sekolah, kita bicara tentang anak sekolah
mulai jenjang SD hingga SMA yang jumlahnya sekitar 52 juta di tanah air.
Bayangkan kalau semuanya membaca buku. Seharusnya dari sini kita mempunyai
hipotesis yang jelas bahwa anak-anak kita sedikit demi sedikit akan semakin
menyukai kegiatan membaca. Oleh karena itu, keberadaan buku yang dibaca sangat
penting. Buku bacaan ini bisa dikatakan menjadi sesuatu yang dicari setiap hari
oleh para guru. Artinya para guru kita harus kreatif dalam menyiapkan bahan
bacaan. Sumbernya bisa dari mana saja, baik fiksi maupun non fiksi, bahasa Indonesia
maupun bahasa asing,” ungkap Dadang.
Dijelaskan Dadang, dalam Forum
Ekonomi Dunia Tahun 2015, di Davos, Swiss, dihasilkan salah satu kesepakatan
yaitu bahwa setiap bangsa harus memiliki dan menguasai literasi dasar yang
terdiri dari literasi baca-tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi
finansial, literasi digital, literasi budaya, dan literasi kewargaan. “Sekarang
yang kita bicarakan baru literasi baca-tulis. Tapi literasi baca-tulis
merupakan elemen literasi dasar yang paling utama karena kita pasti akan
kesulitan untuk melaksanakan literasi dasar yang lainnya apabila yang pertama
ini belum dikuasai,” terangnya.
Diungkapkan Dadang, kegiatan
pertemuan penulis bahan bacaan literasi tahun 2019 merupakan kelanjutan dari
program tahun 2018. “Tahun ini ada lebih dari 600 yang mendaftar untuk membuat
buku-buku bacaan literasi, dan oleh teman-teman di Pusat Pembinaan Bahasa
diseleksi menjadi 95. Buku teman-teman penulis ini sekarang posisinya sudah
selesai kurang lebih sekitar 30%-40%, dan dalam 3-4 hari ke depan ini, mereka
akan memperoleh masukan pembekalan dari para penulis ahli, para penggiat
literasi, dan penjelasan mengenai sasaran-sasaran buku yang ditulis oleh
mereka,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Pusat
Pembinaan Bahasa dan Sastra, Hurip Danu Ismadi, menyampaikan telah melakukan
berbagai cara dan strategi untuk menyebarkan atau mendistribusikan buku-buku
yang sudah dihasilkan selama ini. “Antara lain, kita muat di berbagai laman dan
kita kirim salinan digitalnya ke dinas pendidikan di seluruh Indonesia, baik
kabupaten/kota maupun provinsi. Masing-masing bisa menggandakan sesuai dengan
kebutuhannya di daerah. Lalu kalau secara digital, kita buat menjadi buku
elektronik kemudian kita taruh di laman Badan Bahasa, Rumah Belajar, dan
lain-lain,” ujarnya.
Kemampuan Literasi Siswa
Indonesia Cukup Bagus.
Berdasarkan kajian Badan
Pengembangan Bahasa dan Perbukuan bekerja sama dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud, 68 peneliti, dan proktor di 34 provinsi
yang meneliti lebih dari 6.500 siswa, disimpulkan bahwa kemampuan siswa
Indonesia dalam literasi cukup bagus. “Kita ingin melihat bagaimana kemampuan
literasi siswa kelas 10 yang sebenarnya untuk menyandingkan dengan hasil yang
dikeluarkan oleh Programme for International Student Assessment (PISA).
Hasilnya ternyata, dari sisi kemampuan, anak-anak kita cukup bagus. Oleh karena
itu, kita harus menjaga optimisme ini. Jangan mengatakan bahwa tingkat literasi
orang Indonesia rendah. Hasilnya, dari interval 200-800, rata-ratanya 489.
Artinya tingkat kemampuan anak Indonesia sebesar 61%. Sampel diambil dari
seluruh provinsi, dari tiap provinsi diambil 2 kabupaten (perdesaan dan
perkotaan). Dalam 1 kabupaten diambil 10 sekolah jadi jumlahnya 298 sekolah.
Penelitian ini lebih komprehensif dari hasil penelitian PISA yang hanya
mengambil sampel dari 2 kabupaten saja di Indonesia, di mana kita memperoleh
angka 397,” ungkap Dadang Sunendar, Kepala Badan Pembinaan Bahasa dan Perbukuan
Kemendikbud, usai membuka Pertemuan Penulis Bahan Bacaan Literasi Baca-Tulis,
di Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Dadang menambahkan, memang masih
ada kekurangan dalam minat baca siswa di Indonesia. Oleh karena itu, sekarang
adalah saat yang tepat untuk meningkatkannya. “Anak-anak kita harus ditambah
atau dikenalkan dengan teks-teks yang lebih kompleks, harus terbiasa dengan
teks-teks yang kritis, eksploratif, argumentatif. Karena kelemahan anaka-anak
kita ada di sana, yaitu tidak terbiasa membaca data, peta, grafik, teks
panjang, dan sebagainya. Oleh karena itu, ini harus dimulai,” pungkasnya.
Jakarta, 24 April 2019
Biro Komunikasi dan Layanan
Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor:
145/Sipres/A5.3/HM/IV/2019
Komentar
Posting Komentar